25 Tahun yang lalu...
"Kau yang bernama Iriana? Yang menelfonku untuk datang kemari?"
Ana mendongak, menatap seorang wanita cantik dan juga anggun berdiri di depan mejanya. Ia menelan ludah dengan gugup, berdiri sambil menganggukkan kepala nya dengan ragu. "Iya, saya Iriana Bu... Si-silahkan duduk..."
Wanita itu, Adelia Herman, duduk dengan perlahan di depannya, setelahnya ia ikut duduk sambil menundukkan wajah.
Wanita itu Benar-benar sosok wanita sempurna di mata Ana. Cantik, anggun dan mempesona... Jauh sekali dari sosoknya yang sangat sederhana, ibaratkan bumi dan langit. Perbandingan ia dan wanita itu sangat jauh.
Lalu apa yang dilihat seorang Jason Abraham dari nya hingga membuat pria itu bersikeras mengajak nya menikah saat ia telah memiliki bidadari secantik Adelia Herman???
Ana tidak habis pikir.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan padaku. Maaf, aku tidak punya banyak waktu. Aku harus menjemput anakku pulang sekolah."
Dan mereka telah memiliki anak. Ana meringis pedih. Apakah ia serendah itu hingga dijadikan istri simpanan???
Tidak!!!!
Dia tidak serendah itu...
Tapi ia mencintai suaminya.
Ia sudah terlanjur jatuh cinta pada pria yang telah menjadi suaminya dan ternyata telah memiliki seorang istri.
Ana menelan ludah, menatap Adelia dengan gugup.
"Saya... ingin mohon maaf pada Anda, Bu..."
Wanita itu diam memandangnya tanpa ekspresi, membuat tubuh Ana gemetar ketakutan.
Entah apa yang dia pikirkan hingga melakukan hal ini. Seharusnya ia pergi saja dan tidak usah menampakkan diri lagi.
Kadang ia benar-benar bodoh saat dirundung rasa bersalah, bisa saja wanita di depannya melakukan hal yang kejam padanya. Lalu dia bisa apa...
Tapi ia sudah terlanjur di sini...
"Katakan."
Suara lembut itu sarat akan ketegasan.
Ana mencoba mendongak, menatap wajah cantik di depannya dengan tekat kuat, ia harus melakukan ini. Dan akan menanggung konsekuensinya... "Sebelum saya bercerita, saya mohon sekali pada Anda untuk tidak menyela sebelum saya selesai, Bu Adelia. Setelahnya, apapun yang akan anda lakukan akan saya terima."
Adelia mengangguk tanpa ragu, penuh dengan ketenangan.
Ana menelan ludahnya dengan gugup, "Saya karyawan di salah satu cabang Perusahaan Pak Jason. Tiga bulan yang lalu, saat pertama kali Pak Jason secara langsung datang untuk mengecek cabang tempat saya bekerja, saya sedang ditimpa musibah." Ana meremas jemari di pangkuannya dengan gugup, "Saat itu orang tua saya baru saja meninggal, rumah yang kami tempati di ambil alih oleh bibi saya dan suaminya. Ada kejadian tidak mengenakkan antara saya dan keluarga bibi saya hingga saya diusir pergi. Saya bingung dan takut karena saya tidak di beri uang sedangkan saya baru sebentar kerja di perusahaan, saya belum bisa meminjam uang." Ana kembali terdiam sesaat, mengambil nafasnya sebelum kembali bersuara, "Tapi karena tidak ada pilihan lain, saya memohon pada Pak Bambang, penanggungjawab cabang saat itu untuk meminjamkan saya uang
Beliau memang meminjamkan saya uang, tapi ternyata beliau tidak memberikannya secara percuma. Beliau..." Ana tersentak saat mengingat kejadian itu, lalu menggelengkan kepala nya untuk membuang bayang-bayang itu. "...hampir saja memperkosa saya." Ana menelan ludah dengan susah payah, "Saat itulah Pak Jason masuk ruangan dan menyelamatkan saya Bu..."
Ana mendongak untuk menatap wanita di hadapannya yang masih menatapnya dengan pandangan datar. Ia kembali meremas jemarinya dengan gugup sebelum kembali melanjutkan cerita. "Sejak saat itu Pak Jason selalu membantu saya. Dan karena kasihan, beliau..." Ana kembali menelan ludah saat jantungnya berdetak cepat karena takut meneruskan ceritanya, telapak tangannya berubah sedingin es, "...beliau menikahi saya, Bu..."
Ana semakin menunduk, tidak berani melihat respon apa yang ditampakkan oleh wanita di hadapannya, tapi karena tidak ada suara yang terdengar, Ana memberanikan diri untuk terus mengoceh selagi ia masih memiliki kesempatan untuk bicara. "Saya mohon maaf..." Air mata mulai mengalir dari kedua matanya, "Saya tidak tau kalau Pak Jason sudah menikah... Hingga seminggu yang lalu, saya mendengar secara langsung beberapa karyawan yang mengata-ngatai saya..."
Saat itulah Ana berani menegakkan kepala dan menatap wanita di hadapannya. "Demi Tuhan Bu, saya tidak tahu bahwa Pak Jason sudah beristri sebelumnya. Dan saya..." Ana tersedak menahan denyut nyeri di jantungnya, bukankah ia harus rela...?? Cinta ini bukanlah miliknya...
"Saya sudah meminta Pak Jason untuk menceraikan saya..." Menarik nafas pelan, Ana memohon melalui tatapan mata pada wanita dihadapannya untuk percaya padanya. "Kami hanya menikah di bawah tangan, Bu. Kami sudah bercerai. Saya mohon... Ibu memaafkan saya..."
Ana kembali menunduk, terdiam karena merasa bahwa apa yang ia katakan sudah selesai. Ia tinggal menunggu hukuman apa yang akan ia terima, raut wajah Adelia hanya datar, membuat Ana semakin menciut ketakutan.
"Kenapa kau menceritakan ini padaku?"
Ana mendongak saat pertanyaan itu terdengar di telinganya, dengan pelan ia menjawab dengan tegas, "Saya tidak ingin hal ini terdengar oleh ibu melalui orang lain, hingga ibu menyalahkan Pak Jason dan akhirnya mengganggu pernikahan kalian. Pak Jason hanya kasihan pada saya, Bu. Beliau tidak bersalah, saya lah yang patut di salahkan di sini. Saya tidak ingin hal buruk terjadi pada orang yang telah menolong saya."
Hening. Tidak ada tanggapan apapun dari Adelia hingga Ana memutuskan untuk menunduk kembali karena tidak tahan dengan tatapan yang dilayangkan Adelia padanya.
"Apa kau mencintai suamiku?"
Tubuh Ana menegang kaku, tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan itu. Kembali, ia mendongak, mengerjapkan mata dengan linglung, "Saya...minta maaf..." Ana susah payah menelan ludahnya, "Tapi itu bukan masalah Bu... Saya berjanji tidak akan muncul lagi di hadapan Pak Jason... Saya... akan pergi." Rasanya ada yang hilang dalam hatinya saat kalimat itu terucap....
"Good, saya pegang janji kamu.” Suara penuh ketegasan itu seperti hukuman mati bagi Ana. Tidak ada pukulan, tamparan, cakaran atau bahkan hinaan. Seorang Adelia Herman adalah wanita terhormat yang tidak akan melakukan hal-hal serendah itu. Ia hanya cukup memberi hukuman dengan kata-kata tegasnya. Dan Ana sudah merasa gemetar...
"Saya rasa urusan kita sudah selesai, kan? Saya harus menjemput anak saya." Adelia beranjak perlahan dari tempat duduk nya.
Ana ikut berdiri dan mengangguk. Saat itulah ia baru menyadari bahwa Adelia sedang mengandung, tangan kanannya memegang perut bawahnya yang menonjol dengan posesif, sedangkan tangan kiri menggenggam tas nya.
"Usia kandungan saya enam bulan."
Seakan tau kemana pandangan matanya, Ana tersentak saat Adelia mengatakan itu.
"Ini anak kedua kami, anak pertama sudah kelas lima sekolah dasar, Wisesa Abraham."
Ana tertegun, lalu cepat-cepat menunduk saat tau kalimat Adelia sudah berakhir dan wanita itu mengucapkan selamat tinggal sebelum melangkah pergi.
Setelahnya Ana baru berani mengangkat tangan untuk mengelus perutnya sendiri.
Seharusnya ini akan menjadi kejutan untuk suaminya, tapi saat ia datang ke kantor, ia sudah lebih dulu mendengar kabar mengerikan itu. Seluruh karyawan menatapnya dengan pandangan menyedihkan...
Awalnya ia masa bodoh karena tidak tau penyebabnya. Tapi setelah tau, ia tidak membuang waktu untuk menanyakan itu langsung pada suaminya.
Kebenaran terungkap, walaupun Jason sempat menolak untuk menceraikannya, tapi dengan sedikit ancaman, Jason akhirnya melafazkan kalimat itu.
Kalimat perceraian mereka.
Cinta itu terkadang aneh. Ia bisa menciptakan keegoisan dalam sekejap untuk mempertahankan atau menghancurkan.
Dan dalam sekejap juga, ia bisa rela melepaskan demi kebahagiaan orang yang dicintainya.
Ana memilih untuk memiliki anaknya sendiri. Dan ia yakin, Jason akan memiliki kebahagiaan nya.
— — —
Cerita ini bakal barengan sama cerita Ian, periode waktu mereka sama sih...
Setelah Pak Dokter tamat, lapak Ian baru bakal di Pub nya ya.
Ara - Clara Rahelia Halim
Nikolas Abraham
Post a Comment