Ku Ingin Selamanya 1

Ada apa sih??"
"Kamu nggak masuk sih kemaren Cla, hari ini Bos baru kita dateng. Untung kamu udah masuk kerja. Eh btw, kamu beneran udah sehat?" Vera menggerakkan badan Clara ke kiri dan ke kanan, memeriksa tubuhnya secara menyeluruh.
Clara memukul tangan Vera dengan gemas, "Please deh Ve, aku itu demam. Ngapain coba periksa badan aku kayak gitu."
"Hahahhahaa.... Ya kan aku cuma ngecek doank, ih sewot amat sihh.."
Clara merengut, "Jadi sampe jam berapa kita bakal kumpul nih, kerjaanku kan banyak."
Mereka sedang berkumpul di salah satu ruko kosong di samping Kantor Manajamen Mall. Berhubung ruang rapat di kantor mereka tidak cukup untuk menampung seluruh karyawan.
Ceritanya, Mall di mana Clara bekerja saat ini merupakan Mall yang hampir saja bangkrut di sebuah Kota yang baru saja berkembang. Dalam dua tahun ia bekerja, General Managernya dan Tim mereka benar-benar bekerja dengan keras hingga sekarang, saat kondisi keuangan Mall sudah stabil, calon Bos mereka yang merupakan anak dari Bos besar mengambil alih Manajemen.
"Ngomong-ngomong nih, si Bos baru kenapa baru Dateng sekarang sih, nggak kemaren-kemaren pas kita lagi ribet." Clara yang masih kesal mendengus di tempat duduknya.
"Katanya dia baru aja lulus kuliah S2 nya, makanya baru ambil alih sekarang. Ck, jangan sewot gitu, orangnya masih muda loh.... Belom nikaaah..."
Clara mengerutkan dahi menatap Vera, "Lah terus..."
"Lumayan buat cuci mata pas lagi kerja." Vera terkikik saat Clara memutar bola matanya.
Lalu mereka akhirnya terdiam saat melihat Pak Sanjaya, GM nya masuk bersama dengan tiga orang yang mengikuti di belakangnya.
Perkenalan pun di mulai, awalnya terasa biasa-biasa saja bagi Clara, malah terkesan membosankan. Tapi saat matanya bersirobok pada pria di hadapan sana yang merupakan Bos barunya, Clara mulai mengerutkan dahi dengan bingung, karena tatapan itu tidak juga beralih darinya.
Dengan ragu ia melihat orang yang berada di kanan dan kirinya, lalu ke belakang. Mungkin saja si Bobar alis Bos Baru sedang melihat orang lain di dekatnya. Tapi tidak, orang-orang di sekitarnya malah banyak yang sedang berbisik-bisik karena merasa bosan atas kata pengantar panjang Pak Sanjaya.
Tatapannya kembali lagi ke depan dan masih mendapati mata itu terarah padanya. Clara cemberut, menyipitkan mata dengan menantang, ujung bibir si Bobar berkedut sebelum senyuman miring tercetak di sana.
Clara mendengus sambil memutar bola mata.

Sialan!!! Tipe playboy ternyata. Ck.
Dengan berani, Clara mencolek paha Vera di sampingnya, meminta wanita itu untuk berpindah tempat duduk.
Karena tempat duduk Clara tidak menghalangi pandangan Vera untuk menatap ke depan, jadi dengan senang hati wanita itu langsung setuju.
Dan akhirnya Clara menempati tempat duduk Vera, di mana Bu Juleha, Kepala keuangan mereka yang bertubuh bongsor duduk tepat di depannya, menghalangi pandangan.
Dengan penasaran, Clara sedikit menggeser kepala melewati tubuh Bu Jul untuk melihat reaksi si Bobar di depan sana.
Dan ia langsung terkesiap mengalihkan pandangan dengan kikuk saat si Bobar terkekeh melihat tingkahnya.
Arghh!!! Malu-maluin.....
Wajahnya terasa panas dan jantungnya berdegup semakin kencang.
"Ehem... Selamat pagi semua,"
Suara asing itu kembali menggugah rasa penasaran Clara hingga ia kembali memiringkan kepala.
Ternyata giliran si Bobar. Clara mengerjap saat mata mereka lagi-lagi bertemu. Dengan cepat ia kembali menarik kepalanya. Berdecak kesal.
"Nama saya Nikolas Abraham... Dan mulai hari ini saya mohon kerjasama kalian semua untuk membantu saya mengenal Mall kita ini dengan lebih dalam. Membantu saya dalam segala hal yang bersangkutan dengan Mall kita hingga kita semakin maju dan berkembang. Dan ...... Bla bla bla..."
Clara terus saja mendengarkan dari balik tubuh Ibu Jul, hingga pada satu waktu ia mendengar Ibu Jul bersuara, "Saya Juleha Pak Nikolas, Kepala bagian Keuangan di sini."
"Oh begitu, silahkan Ibu maju ke depan dan duduk di sebelah Pak Sanjaya."
Clara terperangah tak percaya saat Ibu Jul berdiri dan berjalan ke depan sana, hingga tidak ada penghalang sedikitpun yang menutupi pandangannya dari depan sana.
Clara mendengus dan melipat tangannya di dada. Dengan kesal ia membalas tatapan si Bobar yang ia tau memang sedang menatapnya, sebelah alis pria itu naik, menantangnya. Clara menyipitkan mata ikut menantang.
Tidak bermaksud untuk tidak sopan. Tapi begitulah sikapnya pada makhluk berjenis kelamin pria. Ia tidak segan-segan ketus pada pria yang dengan tidak sopan memperlihatkan sikap playboy nya.
Dulu pada dosennya saja ia tidak takut. Dan sekarang Bos nya sendiri? 
Eh? Mana mungkin dia takut. Kalo di pecat ya tinggal cari kerja lagi.
Walau mungkin tidak mudah, tapi lebih baik begitu daripada tidak nyaman, kan?

"Kau." 
Clara mengerjap saat Vera menyenggol tangannya, ia menoleh bingung pada Vera yang mengerang dan berbisik. "Pak Bos memanggilmu, tau!"

Oh.
Menatap ke depan, ia membalas tatapan Pak Bobar dengan dagu terangkat.
"Siapa namamu?"
Rasanya ia ingin sekali menggigit lidahnya hingga berdarah agar memiliki alasan untuk tidak menjawab pertanyaan itu.
"Kau tau, ada hal lain yang lebih menyenangkan bisa dilakukan oleh lidahmu selain digigit seperti itu."
Suara itu kembali menyentak Clara, ia melotot terkejut tidak menyangka bahwa si Bobar berani mengatakan itu di sini. Dan semua orang terkikik geli memandangnya.
Sialan.
"Clara, Pak."
"Hm?" Pria itu mengerutkan dahi, memiringkan kepala sedikit, "I can't hear you..."
Doyan Spongebob ya Pak??? Clara berdecak kesal, "Nama saya Clara, Pak."
Senyum yang mengembang itu terlihat menyebalkan di mata Clara.
"Nama yang cantik, secantik orangnya."
Oh... Ya ampun...

— — —

"Clara, ikut saya."
Ia mendongak dari uang yang sedang ia hitung di depannya, baru saja ia menerima setoran dari beberapa tenant yang menunggak pembayaran sewa. "Kemana pak?"
Dahi nya mengkerut bingung, ia masih sangat sibuk dan ia tidak pernah keluar kantor kecuali saat melakukan pembayaran rutin yang menjadi tugasnya. Dan sekarang masih tanggal 10. Tidak ada pembayaran apapun pada tanggal segini.
"Apa harus ada alasan setiap saya mengajakmu? Ikut saja."
"Tapi Pak, tanggal segini saya sedang sibuk-sibuknya terima pembayaran. Tidak boleh keluar kantor sembarangan."
Nik mengerutkan dahi menatapnya, "Pembayaran langsung di terima olehmu??"
"Iya Pak." Clara mengangguk-anggukan kepalanya.
Dahi Nik semakin berkerut dalam, seperti memikirkan sesuatu. Dengan tangan yang ia masukkan ke saku jasnya. Lalu ia menganggukkan kepala entah karena apa dan kembali ke ruangannya.
Clara melirik teman-temannya yang lain, yang ternyata sedang menatap penasaran padanya. Vera mengerling membuatnya semakin kesal. "Apaan sih Pak Bos?? Nggak jelas banget!!"
Orang yang ia kata-katai nongol tiba-tiba dari balik pintu ruangannya. Clara menahan nafas.
"Tolong katakan pada kepala keuangan dan Pemasaran untuk ke ruangan rapat sekarang, dan juga stafnya."
Setelahnya Nik kembali ke ruangannya dan Clara memegang telefon yang ada di depannya untuk menghubungi Ibu Jul dan Mbak Eka.
Walaupun perintah itu tidak tau ditujukan pada siapa, tapi telefon kantor hanya ada di meja nya di lantai dua ini. Jadi, yah... Memang itu menjadi tugasnya kan.
Mbak Eka, Kepala Pemasaran, beserta stafnya terdengar mulai menaiki tangga. Ia dan Vera ikut bersiap-siap saat ibu Jul, yang memiliki ruangan tepat di depannya juga sudah bersiap-siap.
Berbarengan mereka menuju ke ruangan rapat yang ternyata sudah ada Nik di dalamnya, beserta Pak Sanjaya.
Karena tidak tau akan kedatangan Bos, ruangan Nik sementara masih menyatu dengan Pak Sanjaya. Dan mereka memiliki pintu langsung menuju ruang rapat.
"Langsung saja kita mulai rapat dadakan ini. Tidak usah membuang waktu karena saya yakin pekerjaan kalian masih banyak."
Nik melirik Clara yang memutar bola mata diam-diam, merasa tersindir.
"Saya ingin Mbak Eka menghubungi Bank B*I, akan saya kasih kontaknya nanti dan lakukan penawaran pada mereka. Ajak mereka untuk membuka Unit di salah satu Ruko kita. Tawari mereka 2 Ruko di depan, di samping pintu masuk. Di sana sangat strategis dan bisa diakses selama 24 jam, jika mereka akan memasang ATM."

Clara mengerutkan dahi, masalahnya Ruko di depan itu...
"Maaf Pak, tapi Ruko di depan bukan milik kita. Itu punya Pak Steve." Mbak Eka menyela, sesuai pemikiran Clara.
"Saya tau. Dan saya sudah membicarakannya pada Pak Sanjaya. Jika penawaran itu berhasil, saya yang akan meminta Pak Steve untuk menjual Ruko nya pada kita kembali, dengan harga berkali lipat dari pembelian awal. Bagaimana?"
"Sepertinya itu agak beresiko Pak, jika melihat keuangan kita yang baru saja stabil sekarang ini." Ibu Jul membuka suara.
Nik tersenyum, "Ya, saya juga memikirkan hal itu, tapi jika B*I berhasil masuk, uang muka sewa nya akan kita gunakan untuk itu ditambah sedikit dari kita nanti. Ibu tenang saja, keuangan kita hanya akan berat sedikit di awal mereka masuk. Mbak Eka buat saja dulu MOU nya biar saya pelajari."
Mbak Eka mengangguk, mencatat di buku kecilnya.
"Bagaimana sistem gaji kalian selama ini?"
Semua orang melirik pada Clara yang langsung menegakkan kepala.
"Langsung dari saya Pak," ia berdehem dengan kikuk.
Nik mengangguk sebelum kembali pada Mbak Eka. "Katakan pada pihak B*I, jika mereka masuk, seluruh karyawan akan membuka rekening untuk penerimaan gaji mereka dan seluruh tenant akan membayar uang sewa melalui mereka. Kita diuntungkan, begitupun mereka."
Clara mengerjapkan mata saat mendengar hal itu, ia kembali menatap Nik yang ternyata sedang menatapnya.
"Ada sanggahan?"
"Eum... Maaf Pak, kalo Tenant membayar sewa langsung pada Bank, itu berarti kerjaan saya berkurang drastis dong."
Bibir Nik berkedut geli, "Saya punya banyak kerjaan untuk kamu."
Clara mengerutkan dahi dan cemberut saat melihat senyum itu.
Dia sengaja, ya kan?
— — —
Cerita ini agak mainstream, tapi gimana dong...
Harus ada cerita ini dulu sebelum cerita si Ian. 

You may like these posts